OLEH MAISURI DUHANI, alumnus Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Dakwah IAIN Ar-Raniry, Penerima Beasiswa Pemerintah Aceh,
melaporkan dari Kairo
SETIAP suku bangsa berbeda adat
istiadatnya, demikian pula ritual pernikahannya. Di Mesir, pernikahan
bisa dikatakan sesuatu yang terbilang sulit pelaksanaannya jika
dibandingkan dengan tradisi perkawinan di Indonesia.
Soalnya,
kalau lelaki Mesir ingin melamar seorang wanita ia harus punya mahar
berupa emas perhiasan lengkap, mencakup gelang, kalung, cincin, dan
kalau perlu gelang kaki. Mereka menyebut perangkat ini “Syabkah”.
Tak
cuma itu. Lelaki Mesir juga harus mempersiapkan sebuah rumah beserta
isinya agar bisa ditempati bersama sang istri setelah menikah.
Beberapa
gadis Mesir malah minta disediakan kendaraan sebagai syarat menikah.
Jadi, untuk mahar minimal harus tersedia pound kira-kira Rp 600 juta,
barulah lamaran diterima. Sulitnya menikah tidak hanya terjadi di Mesir,
tetapi juga di hampir semua negara-negara Arab. Sejauh yang saya amati,
banyak remaja putra maupun putri Mesir yang baru mampu menikah pada
usia yang sudah lumayan tua. Ini karena sulitnya persayaratan menikah
dalam tradisi Mesir. Itu sebab, ketika satu pasangan berhasil mengatasi
ketatnya persyaratan itu, mereka benar-benar merayakannya dengan penuh
kemenangan.
Bandingkan dengan di Aceh yang biasanya setelah
lamaran, acara pernikahan akan dilangsungkan selang tiga minggu, satu
bulan, atau paling lama enam bulan. Tapi di Mesir, antara masa lamaran
dengan akad nikah bisa dua tahun selang waktunya. Hal ini karena calon
suami perlu waktu lama untuk mempersiapkan segala keperluan rumah
tangga, seperti perhiasan emas, rumah (saah), dan lainnya.
Rumah
yang disediakan biasanya dibeli kontan. Tapi ada juga yang membelinya
secara kredit. Tergantung kemapanan ekonomi sang pengantin pria. Rumah
itu nantinya harus atas nama sang istri.
Tunangan atau acara
pernikahan dalam adat masyarakat Mesir benar-benar menjadi acara yang
membahagiakan. Orang Mesir selalu menyebut acara pertunangan dan
pernikahan dengan nama “farah” yang berarti “bahagia”, sehingga di
sela-sela acara itu terlihat jelas kebahagiaan mereka.
Setelah
akad nikah biasanya kedua mempelai dan rombongan naik mobil untuk
keliling kampung. Klakson mobil dan sepeda motor dibunyikan secara
bersamaan, kemudian mempelai menuju tempat dilaksanakannya pesta
pernikahan.
Orang Mesir sering mengadakan pesta pernikahan di
tempat-tempat terbuka, seperti di pinggir jalan dekat rumah mereka. Tak
jarang pula mereka rayakan di pinggir Sungai Nil, sungai kebanggaan
rakyat Mesir. Tapi mereka yang mampu biasanya menyewa gedung.
Sesampai
di tempat pesta, kita jangan berharap ada aneka makanan seperti
rendang, ayam goreng, rujak, acar, dan segala macam makanan seperti
halnya di Aceh, sebab orang Mesir tidak menyediakan makanan berat apa
pun. Mereka hanya menyuguhkan makanan ringan seperti molto (roti berisi
cokelat) dan syibsi (sejenis kerupuk citato yang terbuat dari kentang).
Disediakan juga minuman ringan bermerek.
Sambil menikmati
snack-snack kecil yang disediakan, orang Mesir selalu menghidupkan musik
Arab khas Mesir dari albumnya Sa’ad Shugoyyar yang terkenal untuk acara
pesta. Mereka biasanya berjoget bersama, termasuk kedua mempelai.
Apabila
orang Indonesia melihat acara pernikahan orang Mesir ini pastilah agak
merasa aneh. Seakan kurang sakral dibandingkan dengan acara pernikahan
di Indonesia. Tapi, aneh menurut kita, sudah cukup baik menurut mereka.
Inilah yang namanya perbedaan budaya.
Hanya malam hari
Prosesi
pernikahan di Mesir biasanya berlangsung pada malam hari, dimulai
seusai magrib sampai tengah malam. Baju yang dikenakan kedua mempelai
pun cukup satu setel saja, terlihat seperti pakaian selayar untuk
mempelai wanita dan jas untuk mempelai laki-laki.
Mengintip adat
pernikahan Mesir yang sangat jauh berbeda dengan adat kita di Indonesia
dan di Aceh khususnya, patutlah kita bangga membayangkan tentang
khidmatnya adat pernikahan di daerah kita. Dalam setiap acara
pernikahan, ada tangis bahagia dan tawa gembira. Pengantinnya dibalut
pakaian adat serta pelaminan khas Aceh yang ditata bak singgasana raja,
dilengkapi dengan segala macam hidangan yang menambah meriahnya pesta
pernikahan.
sumber : http://aceh.tribunnews.com/2013/05/08/mengintip-adat-pernikahan-orang-mesir
Tidak ada komentar:
Posting Komentar